Kamis, 16 April 2009
Idealisme VS Tawuran Pada Pelajar
Tawuran antar pelajar yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun ini sangat memalukan citra pelajar yang menyandang kaum intelektual dan idealis. Tawuran antar pelajar rupanya telah mendarah daging bagi sebagian kaum intelektual bangsa ini. Pelajar justru terlibat baku hantam dalam bingkai kebanggaan satu sekolah. Pascareformasi tahun 1998, geliat eksistensial pelajar di negeri ini kerap kali abnormal, keluar dari jalur idealisme malah berlari ke arus pragmatisme dan bahkan anarkis. Pelajar kini justru lebih terjerembab dalam kesalahan berpikir akan eksistensinya sebagai pelajar itu sendiri. Erick Erickson dalam bukunya Youth, Crisis and Identity berpendapat bahwa usia muda adalah tahapan pencarian jati diri yang sering luput bahkan meluputkan diri dari proteksi orangtua. Erickson juga berpendapat jika tahapan paling utama masa muda adalah ketika mengenyam pendidikan di Sekolah dan Perguruan Tinggi. Jika kita tarik garis historis ke belakang, tahapan pencarian jati diri kaum intelektual inilah yang justru menjadi “amunisi” untuk bergeliat memajukan bangsa. Kita lihat bagaimana kaum muda angkatan 1928 dan 1945 riuh dalam kebersamaan untuk mengikat persatuan bangsa dalam usaha memerdekakan bangsa ini.

Sikap Yang Seharusnya
Peran dan fungsi Pelajar harus kembali dipertegas. Pelajar harus mampu mengawasi dan mengontrol reformasi secara utuh seperti saat mereka membidani kelahirannya bulan Mei 1998. Pergerakan pelajar pada saat ini tampaknya memiliki perbedaan signifikan dengan pelajar tahun 1998, yang mempunyai keseragaman visi, yaitu reformasi. Kondisi tersebut tidak terlihat lagi pada masa kini, pelajar memiliki agenda dan garis perjuangan yang berbeda dengan pelajar lainnya. Sekarang ini pelajar menghadapi pluralitas gerakan yang sangat besar. Meski begitu, setidaknya pelajar masih memiliki idealisme untuk memperjuangkan nasib rakyat di daerahnya masing-masing. Pelajar sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada pelajar untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Pelajar harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.
Dengan adanya sikap kritis dalam diri pelajar diharapkan akan timbul sikap korektif terhadap kondisi yang sedang berjalan. Pemikiran prospektif ke arah masa depan harus hinggap dalam pola pikir setiap pelajar. Pelajar harus menyadari, ada banyak hal di negara ini yang harus diluruskan dan diperbaiki. Kepedulian terhadap negara dan komitmen terhadap nasib bangsa di masa depan harus diinterpretasikan oleh pelajar ke dalam hal-hal yang positif. Tidak bisa dipungkiri, pelajar sebagai social control terkadang juga kurang mengontrol dirinya sendiri. Sehingga pelajar harus menghindari tindakan dan sikap yang dapat merusak status yang disandangnya, termasuk sikap hedonis-materialis dan anarkisme yang banyak menghinggapi pelajar.
Perubahan yang cepat dalam realitas politik dan sosial di negara ini menuntut sikap taktis dan strategis dari semua pihak, termasuk pelajar. Sikap ini tidak harus melalui gerakan-gerakan frontal dan radikal yang berlebihan, mengingat sekarang ini banyak muncul pandangan atau perkataan sinis terhadap pelajar; seperti tukang perusuh, tukang perusak, tukang tawuran, dsb.
Karena itu, kepedulian dan nasionalisme terhadap bangsa dapat pula ditunjukkan dengan keseriusan menimba ilmu di bangku sekolah. Pelajar dapat mengasah keahlian dan spesialisasi pada bidang ilmu yang mereka pelajari di Sekolah, agar dapat meluruskan berbagai ketimpangan sosial ketika terjun di masyarakat kelak.
Peran dan fungsi pelajar dapat ditunjukkan secara santun tanpa mengurangi esensi dan agenda yang diperjuangkan. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya reformasi, harus tetap tertanam dalam jiwa setiap pelajar. Sikap kritis harus tetap ada dalam diri pelajar, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan. Dengan begitu, pelajar tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan solidaritas kerakyatan.

Simpulan
Terkait peristiwa tawuran pelajar di beberapa daerah, setidaknya menjadi bukti hembusan idealisme itu kian menjauh dari kehidupan generasi muda negeri ini. Patutlah kita prihatin melihat geliat mereka yang menyerahkan diri dalam kerangkeng emosi yang dekonstruktif. Masyarakat tidak membutuhkan tawuran, kekerasan, atau lainnya, justru mereka membutuhkan angin perubahan dari proses transformasi pengetahuan dan perilaku intelektual demi kemajuan bangsa ini. Dan, pelajar yang bertindak sebagai subjeknya. .

PENULIS ADALAH MURID DARI SMK PARULIAN 1 MEDAN JURUSAN TI ( TEKNIK INFORMATIKA ),PENGGERAK SOSPOL PARTAI PAHIMA DAN ANGGOTA D’COMTIS
posted by Antonius Sihaloho @ Kamis, April 16, 2009  
0 Comments:

Posting Komentar

COmennt aq dunks

<< Home
 
 
About Me
Foto Saya
Nama:
Lokasi: Medan, Medan/Sumatera Utara, Indonesia

Realistis itulah kehidupan.. Yang berarti berani ,jujur, dan menerima apa adanya..,

Archives
Archives
Sidebar Section
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus. Aenean viverra malesuada libero. Fusce ac quam.
Sidebar Section

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus. Aenean viverra malesuada libero. Fusce ac quam.

Links
Free Blogger Templates Free blogger Templates